gambar
Sinopsis serial Saraswatichandra episode 214 dan 215, yang biasa merawat Kakek tanpa sungkan memarahi Kakek yang bersikeras menyambut keluarga anak dan menantunya
Kakek langsung protes melihat kedua orang yang berdiri di depannya itu, “hei, kembalikan asamku, aku belum mengambilnya tadi”. Kakek langsung merebut asam yang ditangan Kumud. Saras yang awalnya terkejut terlihat bingung, ia masih memandang asam yang sudah terpotong ditangannya. Kumud langsung melarang Kakek, “Kakek tidak boleh makan ini”. Kakek ngotot, “asam itu tidak apa, bahkan asam itu tidak ada efeknya, tanya saja pada orang lain”.
Saraswatichandra episode 214 215 07
Tuan Vidya memanggil Kumud. Kumud agak keget, “Ayah, Tunggu sebentar Yah”. Kumud langsung merebut asam yang ditangan Saras. Gantian Saras yang kaget, “tapi”. Kumud tetap melenggang meninggalkan Saras sambil senyum-senyum menggoda. Saras melihat Kumud dengan senyum penuh cinta di wajahnya.
Saras masih dengan wajah senyum duduk di samping Kakek, “Kakek, apa boleh aku tanya”. “Hmmm”, jawab Kakek sambil ngemut asam. “Seperti seorang diktator”, jawab Saras dengan mimik serius. Kemudian mereka tertawa ngikik. Kakek menepuk lengan Saras, “kita hanya menurut perintah kepada orang yang kita sayangi. Apa kau tidak setuju?”. Saras dengan wajah tetap tersenyum memberikan jawaban lewat gerakan matanya tanda setuju dengan ucapan Kakek.
Saraswatichandra episode 214 215 10
Danny dan Kusum membawa koper mereka ke kamar yang diberitau sebelumnya dengan wajah saling manyun. Kusum protes, “Sebenarnya kau bisa menyangkal untuk tidak bersamaku”. Danny menjawab, “Meskipun pura-pura, aku ini adalah suamimu, bagaimana aku bisa menolak”. Kusum dengan pongahnya bilang, “Jangan kau pikir, kau bisa membujukku Danny”. Danny dengan sabar menjawab Kusum, “Tidak, kau salah, aku cukup senang tinggal dengan orang cengeng sepertimu”.
Kusum semakin tersulut emosi, “Apa, apa kau bilang tadi!”. Danny sudah mengeluarkan pakaian dari salah satu kopernya dan akan beranjak menarohnya, sambil berucap, “bukan apa-apa, jangan menggangguku”. Kusum dengan sikap tubuh menantang menghadang Danny, “jadi aku sudah mengganggumu, kalau begitu kenapa tidak pisah, kau tau Kakek tidak akan mempedulikan kita”. Danny menaroh pakainnya lagi di tempat tidur dengan wajah kesal.
Saraswatichandra episode 214 215 11
Kusum mau memilih pergi ke kamar Kumari, mau menarik kopernya, Dugba masuk, “kau tidak boleh pergi, kalau ayah sampai tau kalian tidak bersama, maka kebohongan kita akan terungkap dan kesehatan kakekmu akan jauh lebih buruk”. Kusum melihat Danny dengan wajah kesal, Dugba menambahkan ucapannya, “Atau kau sengaja membuat dia,,”. Kusum mau membantah, “tapi, Bi”. Dugba tak memberi kesempatan, “Saras bilang, salah sedikit saja, bisa berbahaya untuk dia. Aku minta kalian tidak egois, jangan ikuti kemauanmu sendiri Kusum”. Dugba mendelikkan matanya, kemudian pergi dari kamar itu.
Kusum langsung ngedumel, “keinginanku tidak ada artinya bagi orang lain”. Danny menunduk mau mengambil pakainnya lagi. Kusum dengan kesal mau membalikkan badannya ketika kakinya terlibet rok dan hampir terjatuh. Danny dengan sigap meraihnya, Kusum pun dengan reflek merangkulnya, wajah mereka berhadapan dalam rangkulan tak sengaja itu, mereka saling tatap beberapa saat, kemudian Danny melepaskan pegangannya dan mengambil bajunya yang terjatuh ke lantai. Kusum masih aja melontarkan ucapan kasarnya, “walaupun aku sedang sakarat, jangan pernah menyentuhku”. Danny menoleh dengan wajah geram, “Apa kau bilang hah, kesalahan itu tidak akan terulang lagi”. Danny kemudian menaroh pakaiannya di almari. Kusum dengan kesal mengangkat kopernya, siap berbenah juga.
Saraswatichandra episode 214 215 13
Kakek kembali membaca buku di tempat tidurnya saat Vidyachatur dan Guniyal masuk. Begitu menyadari keharin anak dan mantunya itu, Kakek langsung menyelipkan asam yang direbutnya dari Kumud sebelumnya dibawah seprei. Guniyal yang membawa apel bersiap mengupaskan untuknya, “Ayah makanlah buah ini”. Vidyachatur melihat asam yang tinggal sedikit dibawah seprei dan mengambilnya, “Ayah, apa ini?”. Dengan tenang Kakek menjawab, “Aasaam”. Vidya dengan mimik serius bertanya, “Kumud yang memberikannya?”. Kakek buru-buru menjawab, “Tidak, aku yang merebutnya dari Kumud, kenapa”. Kakek kembali merebut asam ditangan Vidya dan menyesapnya. Vidya langsung mengambilnya lagi, “Ayah, ayah jangan. Dengar ayah, aku tidak akan membiarkan ayah mengabaikan kesehatan ayah”. Guniyal sambil mengupas buah tersenyum melihat ayah anak itu.
Kakek berkata, “Jangan khawati Vidya, kalau aku bersama orang-orang yang ku sayangi, mana mungkin aku kena serangan jantung. Aku akan baik-baik saja”. Mereka tertawa. Kakek menoleh ke Guniyal, “Menantuku, tolong beri tau yang lain supaya siap-siap, kita harus pergi ke kuil”. Guniyal menyanggupi sambil menyerahkan piring kue kepada suaminya untuk dimakan bersama Kakek.
Saraswatichandra episode 214 215 14
Kumud menarik kopernya dengan tersenyum melihat ke kamar yang akan ditempatinya, ketika Saras membawa koper ikut nyelonong mau masuk duluan. Kumud menahannya, “Heh, kau mau kemana? Ini kamarku”. Saras dengan wajah mengernyit melihat ke arah atas, “aku tidak melihat ada namamu disini. Jadi, permisi”. Saras langsung masuk ke dalam kamar menarik kopernya.
Kumud mengikuti dengan kesal, “Heh, namaku tidak perlu ada disini, mereka semua tau kalau ini kamarku”. Saras menjawab kalem, “bagus”. langsung menjatuhkan pantatnya ke kasur. Kumud protes, “Kau tidak boleh ada disini”. Saras sambil mengidarkan pandangannya menjawab, “kenapa, aku suka kamar ini”. Kumud berusaha menjelaskan, “Tapi ini adalah,,,”. Belum selesai, Saras bangkit menuju bufet yang ada foto hitam putih terpajang disitu, dan mengambilnya “siapa gadis ini? ia kelihatannya terlalu cerdas”. Kumud langsung mengambil pigura foto itu dari tangan Saras, “itu aku”. Jawab tetap dengan mimik serius menjawab, “karena itulah aku menyukainya”. Kmud melotot ke arahnya. Saras dengan wajah tak berdosa berkata, “kenapa melihatku, aku sedang membicarakan ruangan ini. Aku suka kamar ini, sangat nyaman”. Saras berbicara seolah-olah memperhatikan kamar, Kumud melongo, menaroh foto di bufet kembali.
Saras dengan langkah ringan kembali duduk ke kasur, “Aku sangat lelah, aku mau istirahat, kau pergilah ke tempat lain”. Kumud protes lagi, “kau saja yang pergi, ini kamarku”. Saras tak mau mengalah juga, “Aku kan sudah bilang kalau aku suka kamar inikan”. Kumud tak mau kalah, “tapi kau tidak bisa disini”, sambil menarik koper Saras, Saras menahan dengan tangannya, “Lepaskan tasku”. Kumud menariknya, “lepaskan, tanganmu”. Saras menahannya, “aku bilang, lepaskan, lepaskan”. Mereka tarik-tarikan koper.
Pegangan Kumud pada pegangan koper lepas, ia terlentang dilantai, pegangan Saras juga lepas, ia ikut tersungkur diatas Kumud, tapi tangannya sigap menahan berat badannya sehingga ia tak menindih Kumud dengan keras. Saras bangkit, menjulurkan tangannya membantu Kumud berdiri. Kumud meraih tangan Saras, tapi keseimbangannya belum pulih, ia mau terjengkang ke belakang lagi. Saras menariknya dengan kuat biar tak terjatuh, sehingga tubuh Kumud merapat ke tubuh Saras, mereka jadi berdiri berangkulan dan saling tatap, saling melihat ke dalam mata masing-masing.
Saraswatichandra episode 214 215 17
Kumud menahan nafasnya, Saras menengadahkan wajahnya, saling tatap lagi. Saras mengusap rambut Kumud yang jatuh di pipi menutupi wajahnya, ke belakang telinga, Kumud meresapi sentuhan tangan Saras. Saras berbicara lembut dengan nada menggoda, “kau tidak perlu bilang terima kasih, kau tidak perlu berterima kasih padaku”. Kumud mengernyitkan wajahnya, kemudian melepasakan tubuhnya dari Saras. Saras menahan senyum.
Kumud menegakkan badannya dengan kesal, menatap Saras dengan wajah serius, “Aku baru saja melepaskannya dari Kusum”. Saras membungkukkan badannya serius, “melepaskan apa?”. Kumud menjawab, “ruangan ini”. Saras dengan menaroh tangan dibelakang tubuhnya sambil tersenyum menggoda menjawab. “aku tau”. Wajah Kumud semakin kesal, kemudian membalikkan badannya. Saras juga memutar badannya, tersenyum, menggigit bibirnya , menelengkan kepala, “ada rasa cinta dalam kemarahan. Tapi ini saatnya untuk mengingatkan mereka yang sudah kehilangan cinta”.
Saraswatichandra episode 214 215 18
Danny terlihat gelisah diluar kamar saat Saras datang menghampirinya sambil membawa kotak yang disembunyikan dibalik tubuhnya, “Apa yang terjadi? Kenapa diluar? semuanya baik-baik saja”. Danny menjawab, “aku rasa dia sedang siap- siap”. Saras menyodorkan kotak yang dibawanya, “bagaimana dia bisa siap tanpa ini”. Danny menerimanya, “Apa ini?”. Saras menyuruhnya membukanya, “Itu adalah gelang ibu, bantu dia untuk memakainya”. Danny berkata, “kakak, dia itu bahkan tidak ingin melihat wajahku. Apakah dia suka kalau aku bantu”. Kumud lewat disitu dan berhenti melihat dua kakak adik itu. Saras meyakinkan adiknya, “Danny, ini adalah restu dari ibu. Ini akan membuat kalian berdua jadi semakin dekat. Kau harus percaya pada cintamu dan juga restu dari ibu, sekarang pergilah, ayo”, Saras menepuk ringan pipi Danny, memberi semangat. Danny mengikuti Saran kakaknya dan melangkah pergi. Kumud hanya melihat dari tempatnya berdiri.
Saras menatap punggung adiknya saat ia meraskan kehadiran Kumud disitu, ia membalikkan badan dan menghampirinya, “Kumud, aku membawa gelang-gelang itu untukmu, tapi aku rasa Kusum lebih membutuhkannya”. Kumud hanya tertunduk. Saras mengambil sesuatu dari kantong celananya, menyodorkan ke Kumud, “Ini adalah kenangan dari ibuku, hari ini kau memakai ini, akan menjadi hari spesial untukmu dan itu juga akan menjadi hari spesial untuk ibu”. Saras kemudian melihat nampan yang dipegang Kumud, melipat tangannya di dada, menatap Kumud yang masih menunjukkan wajah kesal setelah rebutan kamar tadi.
Saras dengan wajah tak bersalah, tersenyum menggoda, bertanya, “kau membawakan ini untukku?”. Kumud membalas sambil menahan senyum, “Tidak! Ini adalah untuk Danny dan kau”. Saras menyipitkan matanya, “bohong, depla, tepla, dan panat ini, aku membutuhkannya, sini”. Kumud menghidarkannya dari jangakauan Saras, “hei, jangan. Aku rasa, keluarga yang lain juga membutuhkan ini”. Kumud mau beranjak melanjutkan langkahnya. Saras menghadangnya, mengambil makanan dinampan Kumud, mencicipinya, “manis’, dengan wajah tetap menggoda Kumud. Kumud kaget dan melotot, “lihat saja, kau tidak dapat bagianmu”, ia melenggang pergi. Saras mau menghentikan lagi, tapi Kumud udah bergegas pergi, Saras memakan makanan yang masih tersisa ditangannya sambil mengangkat bahu.
Saraswatichandra episode 214 215 19
Di ruang keluarga, Kakek sudah siap di dampingi Vidya, Guniyal. Kakeknya mengingatkan Vidya kalau sudah waktunya ritual suci, ia meminta Vidya untuk memanggil yang lainnya dan juga panggilkan Kusum dan Danny juga. Kumud yang baru muncul bilang biar dia aja yang panggil. Kakek manhannya, “Tunggu, biar aku yang panggil mereka”, kemudian meraih tongkatnya. Saras baru muncul di rungan itu. Kakek berdiri dan mau melangkah. Dugba kaget, Vidya berdiri, masih bingung. Keluarga lain terpana.
Kumud melangkah kehadapan Kakek, “tidak kakek, kakek kan tidak boleh terlalu capek, biar aku saja yang memanggilkannya”. Kakek protes, “Hei, apa kau akan melarangku melakukan apapun seperti Yamuna. Aku tau, cucuku itu baru saja menikah, tentu saja aku akan memanjakannya, dan coba bayangkan dia pasti akan bahagia kalau aku sendiri yang mengundangnya ke ritual suci itu”. Keluarga bingung mau memberi alasan. Vidya mendekat sambil bersuara, “tapi sekarangm ayah harus peduli dengan kesehatan ayah”. Kumud mengangguk.
Kakek membalikkan badannya ke Vidya, “Apa maksudmu sekarang, usiaku memang berapa? Ibumu itu, dulu sering memberi aku makan mentega, jadi tulang-tulangku masih kuat. Bahkan kalau aku mau, aku sanggup menggendong Kusum, lalu membawanya ke tempat ritual suci”. Kumud, Saras bingung. Vidya mencoba mengingatkan, “tapi, ayah, tapi tetap saja,,”. Kumud langsung memotong, “Tidak, tidak ayah. Biarkan Kakek pergi, mungkin kita sudah tua dan kakek masih remaja, jadi pergilah”. Saras sampai ternganga mendengar nada ngenyek Kumud pada Kakek itu.
Kakek bukannya tau kalau Kumud merajuk, tapi dengan nada tak bersalah dia berkata, “kau itu memang cucu kesayanganku”, kakek melangkah pergi. Kumud langsung bersuara pada Vidya dengan menunjukkan wajah cemas, dan menunjuk Kakek dengan isyarat tangannya, “Aayaahh?!”. Vidya baru ngeh, ia melangkah mencoba menahan, “Tapi, ayah, ayah”, keluarga lain ikut di belakangnya.Saras dengan langkah ringan kembali duduk ke kasur, “Aku sangat lelah, aku mau istirahat, kau pergilah ke tempat lain”. Kumud protes lagi, “kau saja yang pergi, ini kamarku”. Saras tak mau mengalah juga, “Aku kan sudah bilang kalau aku suka kamar inikan”. Kumud tak mau kalah, “tapi kau tidak bisa disini”, sambil menarik koper Saras, Saras menahan dengan tangannya, “Lepaskan tasku”. Kumud menariknya, “lepaskan, tanganmu”. Saras menahannya, “aku bilang, lepaskan, lepaskan”. Mereka tarik-tarikan koper.
Pegangan Kumud pada pegangan koper lepas, ia terlentang dilantai, pegangan Saras juga lepas, ia ikut tersungkur diatas Kumud, tapi tangannya sigap menahan berat badannya sehingga ia tak menindih Kumud dengan keras. Saras bangkit, menjulurkan tangannya membantu Kumud berdiri. Kumud meraih tangan Saras, tapi keseimbangannya belum pulih, ia mau terjengkang ke belakang lagi. Saras menariknya dengan kuat biar tak terjatuh, sehingga tubuh Kumud merapat ke tubuh Saras, mereka jadi berdiri berangkulan dan saling tatap, saling melihat ke dalam mata masing-masing.
Saraswatichandra episode 214 215 17
Kumud menahan nafasnya, Saras menengadahkan wajahnya, saling tatap lagi. Saras mengusap rambut Kumud yang jatuh di pipi menutupi wajahnya, ke belakang telinga, Kumud meresapi sentuhan tangan Saras. Saras berbicara lembut dengan nada menggoda, “kau tidak perlu bilang terima kasih, kau tidak perlu berterima kasih padaku”. Kumud mengernyitkan wajahnya, kemudian melepasakan tubuhnya dari Saras. Saras menahan senyum.
Kumud menegakkan badannya dengan kesal, menatap Saras dengan wajah serius, “Aku baru saja melepaskannya dari Kusum”. Saras membungkukkan badannya serius, “melepaskan apa?”. Kumud menjawab, “ruangan ini”. Saras dengan menaroh tangan dibelakang tubuhnya sambil tersenyum menggoda menjawab. “aku tau”. Wajah Kumud semakin kesal, kemudian membalikkan badannya. Saras juga memutar badannya, tersenyum, menggigit bibirnya , menelengkan kepala, “ada rasa cinta dalam kemarahan. Tapi ini saatnya untuk mengingatkan mereka yang sudah kehilangan cinta”.
Saraswatichandra episode 214 215 18
Danny terlihat gelisah diluar kamar saat Saras datang menghampirinya sambil membawa kotak yang disembunyikan dibalik tubuhnya, “Apa yang terjadi? Kenapa diluar? semuanya baik-baik saja”. Danny menjawab, “aku rasa dia sedang siap- siap”. Saras menyodorkan kotak yang dibawanya, “bagaimana dia bisa siap tanpa ini”. Danny menerimanya, “Apa ini?”. Saras menyuruhnya membukanya, “Itu adalah gelang ibu, bantu dia untuk memakainya”. Danny berkata, “kakak, dia itu bahkan tidak ingin melihat wajahku. Apakah dia suka kalau aku bantu”. Kumud lewat disitu dan berhenti melihat dua kakak adik itu. Saras meyakinkan adiknya, “Danny, ini adalah restu dari ibu. Ini akan membuat kalian berdua jadi semakin dekat. Kau harus percaya pada cintamu dan juga restu dari ibu, sekarang pergilah, ayo”, Saras menepuk ringan pipi Danny, memberi semangat. Danny mengikuti Saran kakaknya dan melangkah pergi. Kumud hanya melihat dari tempatnya berdiri.
Saras menatap punggung adiknya saat ia meraskan kehadiran Kumud disitu, ia membalikkan badan dan menghampirinya, “Kumud, aku membawa gelang-gelang itu untukmu, tapi aku rasa Kusum lebih membutuhkannya”. Kumud hanya tertunduk. Saras mengambil sesuatu dari kantong celananya, menyodorkan ke Kumud, “Ini adalah kenangan dari ibuku, hari ini kau memakai ini, akan menjadi hari spesial untukmu dan itu juga akan menjadi hari spesial untuk ibu”. Saras kemudian melihat nampan yang dipegang Kumud, melipat tangannya di dada, menatap Kumud yang masih menunjukkan wajah kesal setelah rebutan kamar tadi.
Saras dengan wajah tak bersalah, tersenyum menggoda, bertanya, “kau membawakan ini untukku?”. Kumud membalas sambil menahan senyum, “Tidak! Ini adalah untuk Danny dan kau”. Saras menyipitkan matanya, “bohong, depla, tepla, dan panat ini, aku membutuhkannya, sini”. Kumud menghidarkannya dari jangakauan Saras, “hei, jangan. Aku rasa, keluarga yang lain juga membutuhkan ini”. Kumud mau beranjak melanjutkan langkahnya. Saras menghadangnya, mengambil makanan dinampan Kumud, mencicipinya, “manis’, dengan wajah tetap menggoda Kumud. Kumud kaget dan melotot, “lihat saja, kau tidak dapat bagianmu”, ia melenggang pergi. Saras mau menghentikan lagi, tapi Kumud udah bergegas pergi, Saras memakan makanan yang masih tersisa ditangannya sambil mengangkat bahu.
Saraswatichandra episode 214 215 19
Di ruang keluarga, Kakek sudah siap di dampingi Vidya, Guniyal. Kakeknya mengingatkan Vidya kalau sudah waktunya ritual suci, ia meminta Vidya untuk memanggil yang lainnya dan juga panggilkan Kusum dan Danny juga. Kumud yang baru muncul bilang biar dia aja yang panggil. Kakek manhannya, “Tunggu, biar aku yang panggil mereka”, kemudian meraih tongkatnya. Saras baru muncul di rungan itu. Kakek berdiri dan mau melangkah. Dugba kaget, Vidya berdiri, masih bingung. Keluarga lain terpana.
Kumud melangkah kehadapan Kakek, “tidak kakek, kakek kan tidak boleh terlalu capek, biar aku saja yang memanggilkannya”. Kakek protes, “Hei, apa kau akan melarangku melakukan apapun seperti Yamuna. Aku tau, cucuku itu baru saja menikah, tentu saja aku akan memanjakannya, dan coba bayangkan dia pasti akan bahagia kalau aku sendiri yang mengundangnya ke ritual suci itu”. Keluarga bingung mau memberi alasan. Vidya mendekat sambil bersuara, “tapi sekarangm ayah harus peduli dengan kesehatan ayah”. Kumud mengangguk.
Kakek membalikkan badannya ke Vidya, “Apa maksudmu sekarang, usiaku memang berapa? Ibumu itu, dulu sering memberi aku makan mentega, jadi tulang-tulangku masih kuat. Bahkan kalau aku mau, aku sanggup menggendong Kusum, lalu membawanya ke tempat ritual suci”. Kumud, Saras bingung. Vidya mencoba mengingatkan, “tapi, ayah, tapi tetap saja,,”. Kumud langsung memotong, “Tidak, tidak ayah. Biarkan Kakek pergi, mungkin kita sudah tua dan kakek masih remaja, jadi pergilah”. Saras sampai ternganga mendengar nada ngenyek Kumud pada Kakek itu.
Kakek bukannya tau kalau Kumud merajuk, tapi dengan nada tak bersalah dia berkata, “kau itu memang cucu kesayanganku”, kakek melangkah pergi. Kumud langsung bersuara pada Vidya dengan menunjukkan wajah cemas, dan menunjuk Kakek dengan isyarat tangannya, “Aayaahh?!”. Vidya baru ngeh, ia melangkah mencoba menahan, “Tapi, ayah, ayah”, keluarga lain ikut di belakangnya.
Di kamar, Kusum sedang merapikan
rambutnya saat Danny menyodorkan kotak berisi gelang. Kumud menoleh
kesal, “Apa ini?!”. Danny membuka kotaknya, memperlihatkan isinya,
“pakailah”. Kusum merespon, “menurutmu, ini akan bis meyakinkan
hatiku?”. Danny menarohnya di depan meja rias, “aku tidak ingin
bertengkar denganmu, pokoknya pakai saja”.
Kusum tetap ingin membuat Danny kesal,
“Kau berikan saja itu pada istrimu yang sebenarnya. Aku ini kan hanya
pura-pura”. Danny berkacak pinggang, berkata dengan suara biasa, “Aku
mengerti, kalau tidak, mana mungkin aku berikan padamu”. Kusum menatap
mata Danny dengan wajah semakin kesal.
Kakek terus melangkah menuju kamar Kusum.
Dugba mencoba menghalangi niat ayahnya, “Kita kan mau ke kuil, kita
bisa menunggu di sana ayah”. Kakek sambil melangkah, malah menasehati,
“menantu itu memang seharusnya menuruti mertua, lalu kenapa kita ingin
menjemput mereka, hah. Karena saat-saat seperti ini adalah saat-saat
yang bahagia untuk kita, dan kebahagiaan ini harus kita rayakan”.
Di kamar, ucapan yang keluar dari mulut
Kusum masih mencoba memancing emosi Danny biar meledak dan pergi
meninggalkannya, “Aku tau semuanya, kau sangat memaksa untuk bisa
memalsukan hubungan ini. Padahal kau tau kalau aku tidak mencintaimu
sama sekali”. Danny hanya tertunduk. Kusum mengambil kotak gelang, “Ini,
memangnya kau berhak memberikan ini padaku. Aku bahkan tidak mau
memenuhi pernikahan ini. Hari ini kau memberiku gelang, besok kau akan
meminta hakmu sebagai seorang suami”. Danny masih berkacak pinggang,
tapi tetap terlihat tenang berkata, “Diam! Aku bahkan tidak diam saat
kakakku menasehatiku. Tapi Kumudlah yang telah menahanku. Dia mengerti
nilai dari sebuah hubungan, karena itu dia mencoba untuk memahaminya,
bahkan dengan pria seperti Pramad. Tapi kau,,,”. Danny tak melanjutkan
ucapannya, dia melangkah meninggalkan Kusum menuju pintu yang terbuka.
Kusum semakin geram dibandingkan dengan Kumud, “ambil saja cinta
palsumu, aku tidak butuh benda seperti ini”. Kusum kemudian melempar
kotak berisi dua gelang itu ke arah Danny. Danny kaget, gelang
menggelinding kelaur, berhenti di ujung sandal Kakek yang menuju kamar
mereka untuk menjemput pengantin wanita labil itu dan suaminya.
Kakek menghentikan langkahnya. Menoleh ke
arah Danny dan Kusum yang satu berdiri di arah pintu kamar mau keluar,
yang satu di meja rias ternganga. Danny menoleh ke belakang, ke arah
Kusum dengan tatap mata yang berbicara ‘hebat, lihat sikap cengeng ke
kanak-kanankanmu, tunggu hasilnya seperti apa’. Saras sangat terkejut
melihat gelang yang mengelinding itu, ia menoleh ke Kumud, Kumud
menunduk. Kalika sedang menunggu reaksi selanjutnya dari keluarga.
Semua mata menatap ke arah Kusum. Kusum
terlihat kuarnga enak. Kakek terlihat menahan kecewanya. Danny dengan
mata letih menatap Kakek. Kakek membungkuk, memungut kedua gelang itu.
Kusum hanya tertunduk tetap dengan wajah tak peduli, justru Danny
terlihat merasa bersalah. Semua keluarga terpana, menunggu reaksi Kakek.
Perlahan, berdiri kakel terlihat oleng sambil tangannya tetap memegang
gelang. Keluarga kaget, semua serempak memegang tubuh kakek. Vidya
berteriak, “Yamuna ambil air! Panggil dokter”. Kakek bersuara, “Tidak
apa-apa, aku tidak apa-apa”. Kusum baru terlihat merasa bersalah, Danny
cemas melihat kondisi kakek. Dugba menyuruh Kakek dibawa ke kamar.
Kumud, Danny dan Kusum tetap berdiri di situ, yang lain ke kamar kakek.
Kusum mulai terlihat mewek, Danny
tertunduk, Kumud masih terpana bengong. Kusum lari ke kamar dan mengunci
kamar dari dalam, ia menangis terduduk di belakang pintu, Danny kaget,
mencoba mendorong pintu, terkunci, saat mau mengetuk pintu, tangannya
terhenti di udara. Kumud memperhatikannya. Danny membalikkan badan,
melangkah ke hadapan Kumud, tertunduk, berkata, “Ma’af, rasanya aku
tidak sanggup”. Danny membungkuk mengambil gelang yang tertinggal, “Ini
adalah gelang dari ibunya kakak”. Danny menarik nafas dalam, “Satu lagi
orang yang hatinya terluka karena kita”.
Kumud melangkah mendekat, “Danny, seorang
ibu mengerti anak-anaknya. Mereka akan mema’afkan kesalahan
anak-anaknya”. Danny menjawab, “tapi aku tidak bisa Kumud”. Kumud
mensupport, “Kau terlalu cepat menyerah”. Danny memberitau, “Aku sudah
menyerah, dihari, dia mengatakan, kalau dia, tidak pernah mencintaiku”,
Danny mengucapkan dengan mata berkaca-kaca, Kumud yang mendengarnya juga
berkaca-kaca kemudian berkata, “mereka selalu tidak menyerah semudah
itu”. Danny menjawab, “aku kehilangan semua harapan”.
Kumud yang airmatanya juga meleleh,
berusaha tersenyum menatap Danny, “cinta adalah sebuah ujian, ini sebuah
harapan tentang kepercayaan”. Kumud mengusap air mata dipipinya, “dan
siapa yang mengerti rumitnya sebuah hubungan”. Danny mengatakan realita,
“Penolakan itu cukup jelas dari pihak Kusum. Bagaimana aku bisa
berharap, keadaan bisa berubah, tapi perasaan Kusum, bagaimana bisa
berubah”.
Kumud yang air matanya masih terus turun,
tapi tidak terlihat cengeng berbicara, “Cinta tidak harus memiliki
Danny, kita tidak perlu merubah perasaan seseorang. Yang perlu kita
lihat dalam cinta adalah dampak cinta kita pada orang yang kita cintai”.
Mata Danny terlihat memahami maksud ucapan Kumud.
Kumud menambahkan, “Danny, kapanpun saat
aku bingung, aku akan minta pertolongan Tuhan. Hari ini, kami akan
melakukan itu untukmu. Dan pada malam ini, Kusum tentu akan memakai
gelang itu. Dan kalau sampai terjadi lagi, aku minta kau, jangan
menyerah. Serahkan saja semua pada Tuhan, biar Tuhan yang bekerja. Jika
kau tanya aku, aku merasa Kusum akan memakai gelang itu”. Danny
mendengar ucapan Kumud dengan ekspresi wajah campur-campur, menatap
Kumud, menarik nafas dalam, tertunduk kemudian dengan wajah hampir
menyerah melihat Kumud yang tersenyum mengangguk, meyakinkan.