SINOPSIS JODHA AKBAR ANTV
Dharma yang terpaku di depan ruang perawatan Raja Bindusara. Raja sedang dirawat oleh tabib. Dharma terbayang semua kenangan
prosesi pernikahan yang dilaluinya empat belas tahun yang lalu, matanya
berkaca-kaca. Chanakya memperhatikan ekspresi Dharma. Perlahan, Dharma
melangkah mendekat ke samping pembaringan Raja.
Wajah Dharma terlihat tak menyangka,
melihat kondisi Bindusara yang sama dengan 14 tahun lalu saat
ditemuinya, bedanya, sekarang Sang Raja terbaring dipembaringan diatas
tempat tidur di istananya, bukan dipinggir sungai. Dharma memegang
jidat, leher, Bindusara, wajahnya terlihat semakin tegang dan nafasnya
sesak. Chanakya memperhatikan ekspresi itu. Tabib memberitau Dharma,
“Aku sudah berikan obat padanya. Demamnya sepertinya mulai berkurang”.
Dharma melihat ke luka dibagian perut
Raja yang tertutup kain, “Tapi ini tidak akan menyembuhkannya, justru
membuatnya semakin buruk, racun dari luka-lukanya sudah menyebar
keseluruh tubuhnya bersama dengan darah. Kita harus merawat dia secepat
mungkin”. Tabib terkejut mendengar hasil pengamatan Dharma. Chanakya
memperhatikan dan mendengar dengan wajah serius.
Tabib menyampaikan pendapatnya, “Aku
adalah tabib istana selama 30 tahun ini, dan aku sangat mengerti tentang
semua ini”. Dharma merespon, “Jika kita gagal mengendalikan racunnya,
maka tidak lama lagi Raja,,”, dengan wajah sangat cemas. Tabib
menenangkan dengan yakin, “Tidak akan”. Chanakya bersuara, “Tabib
istana, aku sangat percaya padanya”, sambil menunjuk tangan kearah pintu
keluar. Tabib berdiri, berusaha menjelaskan, “Tapi Acharya,,”. Chanakya
menjawab, “Ini perintahku”. Tabib keluar ruangan dengan wajah kesal.
Chanakya mendekat ke samping tempat tidur
Raja, berdiri di dekat Dharma, “Kau bertemu lagi dengan Raja setelah 14
tahun berlalu, dan Raja sedang dalam kondisi ini. Apakah, melihatnya
dalam kondisi ini, tidak mempengaruhimu sama sekali. Apa ini kekerasan
hatimu”.
Dharma tetap menatap Raja, “Ini adalah
pendirian seorang ibu. Empat belas tahun yang lalu, Rajamu sudah
berjanji padaku, *terbayang Bindusara mengucapkan janji*, Tapi
penantianku itu berakhir bersama dengan datangnya seorang pria. Dia
berusaha membunuhku dan juga ingin membunuh anakku yang belum lahir,
*terbayang ucapan Khorasan dan perlakuannya membakar rumahnya dulu, juga
perjuangannya melahirkan ditengah kobaran api*”.
DAFTAR SINOPSIS TAYANG 18 - 24 MEI 2015
Chanakya yang baru tau cerita ini dari
mulut Dharma, langsung berkata, “Tapi itu hal yang tidak mungkin Dewi”.
Dharma bicara, “Aku datang kemari bukanlah untuk berdebat. Aku datang
untuk melindungi anakku”, sambil menatap tajam Chanakya. Tiba-tiba Raja
dalam ketidaksadarannya, kembali memanggil Dharma, Dharma.
Dharma terkejut, ia menoleh melihat ke
wajah Raja yang seperti tertidur. Dharma terbayang saat ia berbicara di
batu-batu di sungai, mengajak Raja untuk kembali dan istirahat, saat
dimana Raja memberikan nama itu padanya, ‘Terlepas orang lain mengenalmu
sebelumnya, tapi, bagiku, namamu adalah Dharma’. Dharma benar-benar
terpana melihat kenyataan yang bertolak belakang dengan apa yang
dialaminya.
Chanakya juga kaget melihat ekspresi
Dharma, “Dewi, ini sudah empat belas tahun berlalu, dan hari ini, Raja
terbaring dipembaringannya ini, tapi,, dia masih bisa merasakan
kehadiranmu dan juga marah atas keadaannya Dewi. Seperti yang kau lihat
tadikan, dialam bawah sadarnya. Kau benar-benar yakin empat belas tahun
lalu, Raja telah untuk membunuhmu dan juga putramu yang kau kasihi itu”.
Dada Dharma terlihat sesak, wajahnya menunjukkan kesedihan.
Chanakya memanfaatkan situasi, “Dewi,
hanya kau saja yang bisa menyelamatkan dia saat ini”. Dharma bicara,
“Tidak, itu tidak mungkin”. Chanakya berpendapat, “Aku sama sekali tidak
setuju dengan mu Dewi. Saat ini, sangat penting bagi Raja Bindusara
untuk hidup Dewi, mulai dari saat pewaris Magadh ditunjuk, sampai dia
sudah mampu untuk memimpin kembali Magadh Dewi. Kita tidak punya banyak
waktu lagi Dewi. Kau harus mengobatinya sekarang”.
Dharma menyampaikan keinginannya, “Tapi
aku punya syarat”. Chanakya kaget, “Apa?”. Dharma menjelaskan, “Sebelum
aku melihat putraku, aku tidak akan bersedia untuk merawat Raja. Aku
ingin jaminan keselamatan bagi putraku”. Chanakya memastikan, “Kau tidak
perlu khawatir soal keselamatan Ashoka anakmu”, Chanakya mengisyaratkan
untuk mulai merawat Raja. Dharma menatap Raja dengan tatap sedih.
Bagaimanapun, cinta itu masih sangat kuat.
Di gerbang kediaman Raja, datang
rombongan tandu yang membawa Helena. Penjaga langsung menyilangkan
tombaknya, tanda tak diijinkan melewati gerbang. Helena kaget. Penjaga
bicara, “Ma’afkan kami yang Mulia Ratu, jalan masuk dilarang untuk
siapapun”.
Helena menjawab dengan marah, “Atas
perbuatan mu ini kau akan dijatuhi hukuman mati”. Penjaga bersuara,
tetap dengan sikap hormat, “Yang Mulia Ratu, kami hanya menjalankan
perintah saja”.
Helena tetap dengan nada marah bicara,
“Siapa orang di Magadh yang begitu bodohnya, memberikan perintah ini”.
Acharya Chanakya muncul di serambi tak jauh dari gerbang, menatap tajam
Helena, melangkah mendekat ke gerbang, berdiri di tengah gerbang bagian
dalam. Helena memperhatikan Chanakya dengan tatap tajam juga.
Chanakya bicara dengan tenang, “Ma’afkan
aku Ratu Helena. Keputusan ini semata-mata diambil, untuk kebaikan Raja.
Ini untuk memastikan, bahwa tidak banyak orang menemui Raja, supaya
lukanya, tidak mengalami infeksi lebih lanjut. Aku mengambil keputusan
ini, mengingat kepentingan yang besar untuk Magadh. Tolong, jangan kau
anggap pribadi masalah ini Ratu Helena, aku sangat yakin, bahwa kau pun
inginkan kesembuhan Raja dari Magadh. Supaya dia bisa melanjutkan
kewajibannya untuk kerajaan”.
Helena mengingatkan Chanakya, “Aku adalah
ibu dari Sang Raja!”. Chanakya menjawab tenang, “Karena itulah aku
membuat permintaan ini”. Chanakya menatap Helena dengan tenang. helena
dengan wajah kurang suka membalikkan badan, berabe kalau diadakan
penggeledahan. Ia melangkah kembali ke tandunya.
Malam harinya, Ashoka yang sudah berdiri
di gerbang kediaman Raja. Lagi-lagi penjaga menyilangkan tombak mereka,
menandakan dilarang masuk. Ashoka memperhatikan dua penjaga itu silih
berganti. Si penjaga tetap aja berdiri dengan formalitas seorang penjaga
gerbang, kaku. Ashoka bicara, “Ibuku ada di dalam, Acharya telah
menahan ibuku, dan dia melakukan itu untuk mendapatkanku. Sekarang
beritau dia, bahwa Ashoka ada disini, dan suruh dia membebaskan ibuku”.
Penjaga akhirnya bersuara, “Raja sedang
tidak sehat, Acharya telah memerintahkan kami, untuk tidak mengijinkan
siapapun masuk kedalam”. Ashoka bersuara marah, “Acharya Chanakya
seharusnya memikirkan ini dulu sebelum dia menantangku!”. Penjaga
mendorong Ashoka, “Pergilah!”. Mereka kembali berdiri dengan sikap kaku
seperti robot. Ashoka berdiri memperhatikan, tak lama muncul kereta yang
ditarik dua ekor sapi. Ashoka tersenyum, ia menemukan ide.
Sais kereta melapor ke penjaga, “Aku
membawa makanan untuk para prajurit”. Peanjaga mengizikan kereta masuk,
tanpa mencek dengan teliti. Di bagian bawah gerobak, Ashoka bersembunyi
dengan cara bergelantungan. Kereta berhenti dibagian dapur. Prajurit
menunrunkan barang-barang dari kereta. Ashoka menyelinap keluar dari
bawah gerobak kereta, berlari ke bagian belakang bangunan. Ashoka
berhasil menyusup masuk ke istana.
DAFTAR SINOPSIS TAYANG 18 - 24 MEI 2015
Apes, ada prajurit yang melihatnya,
“Hei”. Dia langsung memberitau yang alain, “Penjaga, Pencuri! Ada
pencuri di tempat kita! Dan tidak ada yang mengetahuinya. Ayo tangkap
dia!”. Ashoka melompat dengan lincah, lari dengan cepat. Prajurit
mengejarnya, salah satu berteriak kesal, “Siapa anak itu yang telah
menantang pasukan Magadh. Cepat tangkap dia”.
Ashoka berlari diantara bahan-bahan
makanan, dia melempar sayuran ke prajurit untuk memperlambat pergerakan
mereka. Prajurit yang mengejar dibuat repot. Ashokan bersaltu dan
berayun memanfaatkan benda dan situasi yang ada di sekitar, untuk
menyelamatkan diri. Ashoka masuk kebagian dapur, melempar kol ke
belakang, bahan-bahan makanan lain yang bisa di lempar ke arah prajurit.
Prajurit kocar kacir.
Ashoka berlari mendekati area kuil. ia
ikut bergabung dengan mereka yang sedang melakukan pemujaan dengan
menutup kepalanya dengan kain putih. Prajurit yang mengejar kehilangan
jejak, Ashoka memeprhatikan dari tempatnya duduk di depan api pemujaan.
Setelah merasa agak aman, Ashoka berdiri, bermaksud kabur dari tempat
itu. Pemimpin ritual pemujaan memegang lengannya sambil berkata, “hei!
kau mau kemana, kita mengadakan upara ini supaya Raja cepat pulih. Jadi
tidak ada yang boleh pergi sebelum acaranya selesai. Ayo duduk! Hei,
cepat duduk!”.
Prajurit melihat Ashoka, “Itu dia,
tangkap dia”. Prajurit mendekat. Ashoka mengibaskan kain putih yang
dipakainya untuk menutupi wajah sebelumnya ke perapian, prajurit menutup
wajah mereka. Ashoka bicara, “Bilang pada Acharya, bahwa Raja dari
hutan menjemput ibunya!”, melompat melewati kerumunan, berlari ke bagian
lain. Prajurit sibuk memadamkan api yang terlanjur menjalar ke atap
bangunan kuil tersebut, “Kebakaran, kebakaran! Tolong, kebakaran!”.
Chanakya yang sedang di kamar perawatan
raja, mendengar keributan diluar dengan teriakan kebakaran. Ia berdiri
mendekat ke jendela, melihat ke bagian kuil, disana terjadi keributan
dari orang-orang yang saling teriak, “Cepat tangkap dia, jangan sampai
lolos! Masa kita kalah dari seorang anak keciiil!”.
Chanakya bergumam, “Dia disini”. Dharma
menoleh ke arahnya, “Siapa”. Chanakya menjawab, “Masa depan Magadh”.
Raja kembali memanggil nama Dharma. Dharma masih tetap terpana
mendengarnya. Chanakya kembali mendekat ke tempat Raja yang sedang
ditunggui oleh Dharma, “Dewi, saat ini Magadh sedang memanggil, untuk
meminta bantuanmu. Tolong jaga baik-baik Raja, dan putramu itu”.
Dharma menjawab dengan nada kesal,
“Apakah kau sadar bahwa apa yang sudah kau lakukan itu sangat tidak
bermoral, tidak religius. Aku sudah bersumpah untuk mencegah anakku dari
hal-hal seperti ini. Aku tidak bisa menerima pemaksaan. Aku akan pergi
bersama dengan putraku”.
Chanakya berkata dengan tenang, “Dewi, ini adalah tanggung jawabmu
untuk menjaga keselamatan anakmu. Dan aku, janji untuk itu”. Dharma
menatap Raja Bindusara yang tak berdaya dengan kondisinya.
Di bagian lain istana, Amartya Ugrasena
sedang bicara dengan Justin, “Kembalinya Acharya Chanakya tidak akan
baik untuk kita”. Justin nyahut, “Aku tau itu. Kita harus buat sebuah
rencana”. Helena bicara, “Kita sudah terbunuh pada saat kau muncul
dengan semua rencanamu, *Justin berdiri dari duduknya*, Jangan terlalu
membuat dirimu tertekan. Rencanaku, sudah ada ditahap pertama. Kakekmu,
sudah mengirim pesan ini padaku”. Justin membaca gulungan yang
diserahkan ibunya dengan wajah serius. Ugrasena memperhatikan.
Wajah Justin menatap ibunya dengan
serius, “Tapi bagaimana mungkun?”. Helena menjawab cepat, “Ini tidak
mungkin, kita harus membuatnya jadi mungkin! Acharya Chanakya sudah ada
disini, dan itu sebuah berita yang sangat tidak baik untuk kita!
Lancarkan sebuah serangan kepada Bindusara, lakukan secepat mungkin!
Saat Bindusara menghembuskan nafas terakhirnya, pasukan kakekmu, mereka
akan segera memasuki, daerah Pathaliputra. Semua anak-anak dari
Bindusara, mereka semua, akan habis dibunuh! Dan kau,, akan diangkat
sebagai Raja yang baru”. Mata Justin tersenyum.
Ugrasena bicara, “Tapi ibu Ratu, Acharya
Chanakya, bagaimana dengan dia”. Helena menjawab, “Apa yang harus kita
lakukan padanya. Kau jangan khawatir, besok, akan menjadi hari terakhir
bagi mereka”.
Ashoka masih berlari menyelamatkan diri
dari kejaran para prajurit, ia memanjat dinding istana dekat sebuah
gerbang, yang tidak bisa diikuti oleh para prajurit.
Prajurit hanya bisa berteriak-teriak,
“Hei,, turun! Turun!”. Ashoka masuk kesebuh balkon. Chanakya
memperhatikan di jendela, dari ruangan Raja, ia bergumam, “semakin hari,
Magadh pun mulai semakin lemah. itulah sebabnya, anak itu mampu membuat
pasukan Magadh bermasalah”.
Ashoka menyelinap, masuk kesebuah
ruangan, di lorong ia melihat banyak prajurit berjaga. Ia langsung
mendapatkan ide begitu melihat ada nampan di meja dekatnya yang berisi
ceret dan gelas. Ia membawa nampan tersebut melewati pasukan, pura-pura
bertanya, “Tuan, bisa katakan padaku, dimana ruangan Acharya Chanakya,
aku membawa air minum untuknya”.
Prajurit menjawab singkat, “Sana”.
Ashoka melangkah menuju ruangan yang
dimaksud. Di depan ruangan, ia dihentikan oelh penjaga, “Mau kemana
kau”. Ashoka menjawab dengan tenang, “Membawa air minum untuk Acharya”.
Prajurit mempersilahkannya lewat.
Malamnya, Chanakya kembali keruangannya.
Ia melepas gelang dari tangannya, memasukkan ke kepala tongkatnya,
menaroh ditempatnya. Tiba-tiba, dibelakangnya terdengar suara orang
memanggil dengan nada marah dan ancaman, “Acharya!”. Chanakya
membalikkan badan ke belakang. Diatas lemari, nangkring Ashoka seperti
sikap mau menerkam ‘mangsanya’, jongkok, satu tangan buat telekan ke
lantai lemari, satu tangan terkepal diatas lutut, tatapan mata tajam.
Ashoka bicara tegas, “Akan lebih baik
untukmu, kalau kau memberitau aku, dimana ibuku”. Chanakya berkata
dengan tenang, “Melakukan pelanggaran adalah tanda-tanda dari seorang
penakut”. Ashoka langsung memotong ucapan itu, “Apa namanya keberanian!
Kalau kau menahan ibuku seperti ini, untuk mendapatkanku”.
Chanakya bicara, “Tenanglah, berpikirlah
dengan ketenangan. Ibumu yang akan membayar semua, keputusanmu yang kau
buat. Aku sudah berikan perintahku pada semua prajurit, bahwa ibumu akan
segera dihukum, jika kau, tidak mau menyerah, sebelum fajar tiba”.
Ashoka menjawab dengan nada ancaman, “Kalau terjadi sesuatu pada ibuku,
maka semua orang di Magadh, akan merasakan akibtanya! Karena itulah, kau
harus memutuskannya”.
Chanakya bertepuk tangan. Serombongan
prajurit memasuki ruangan Acharya, terkejut melihat Ashoka nagkring
diatas almari, “Anak ini ternyata ada disini juga, tidak akan kami
biarkan dia lolos dari sini!”. Prajurit lain menimpali, “Ayo tangkap
dia!”. Tombak prajurit mengarah ke Ashoka. Ashoka menatap Chanakya.
Selanjutnya, Ashoka sudah berdiri di
dekat tiang yang ada diruangan Chanakya dengan posisi terikat. Chanakya
berdiri dihadapannya, “Kau memang cerdik, Raja Ashoka. Kau tidak akan
pernah bisa berhasil di dalam hidupmu, kecuali kau gunakan kecerdikan mu
itu di arena sesungguhnya. Dengarkan aku baik-baik, kalau kau patuh
kepadaku, dan bersikap dengan baik, maka aku bisa pastikan, tidak akan
terjadi appaun pada ibumu”.
Ashoka menjawab dengan kesal dan
berteriak, “Kenapa kau mengincarku!”. Chanakya menaroh telunjuk
dibibirnya, “Ssstt”. Ashoka bertanya, “Apa yang kau harapkan dariku”.
Chanakya menjawab dengan tenang, “Tidak ada yang bisa dicapai, sebelum
waktunya tepat”. Ashoka berusaha mengendorkan ikatan ditangannya.
Di ruangan Raja Bindusara, Dharma merawat
Raja, mengompres jidat Raja. Tiba-tiba di belakang terdengar suara,
“Jadi kaulah!”. Dharma tersentak, bersiaga, tanpa menoleh. Noor berdiri
dengan wajah angkuh, “Yang telah terpilih untuk merawat Yang Mulia! Apa
yang begitu istimewa darimu, hingga Acharya Chanakya, lebih memilihmu,
daripada tabib istana”. Dharma tak menjawab wanita yang diliriknya dari
balik selendang yang berusah dia tutupkan ke wajahnya, wanita yang
terdengar begitu gusar.
Tiba-tiba Bindusara yang belum sadar,
kembali memanggil nama Dharma, Dharma. Dharma semakin menutup wajahnya
dari pandangan Noor. Noor berdiri dengan wajah kaku, terbayang malam
pernikahan dan pengakuan Bindusara di malam pertama mereka, ‘aku
menikahimu hanya untuk memenuhi janjiku, aku tidak bisa mencintaimu sama
seperti dengan oranglain’. Wajah Noor gusar, ia membathin, ‘Meskipun
sudah mati selama bertahun-tahun. Wanita itu tetap ada di dalam
pikirannya. Dia adalah penderitaan di dalam hidupku’. Noor melangkah
membalikkan badannya, tidak jadi mendekat ke Raja. Dharma hanya menoleh
heran dari balik selendangnya.
Di ruangan lain, tabib istana sedang
bicara pada Justin dan Helena, “Aku masih bisa terima kalau Acharya
Chanakya hanya menghinaku saja, tapi, dia telah menghina pengetahuanku.
Dia lebih percaya, pada wanita yang di dapatkan di hutan, daripada
percaya kepadaku. Inikah yang kudapatkan, setelah mendampingi Raja
selama bertahun-tahun. Ia menunjuk ketidakpercayaannya padaku, bagaimana
nanti kalau semua orang tau tentang hal ini”.
Helena yang mendengar dengan wajah
serius, memberikan masukan, “Segala penghinaan haruslah dibalas”. Tabib
heran, “Dibalas?”. Justin ikut bersuara, “Ya. Aku sarankan, kau pikirkan
saja semuanya baik-baik. Jika raja Bindusara sampai mati, saat dirawat
oleh wanita itu, maka kau bisa membalaskan dendammu pada wanita itu dan
Acharya”. Tabib tak mengerti, “Apa maksudmu”.
Helena menjelaskan, “Kenapa. Bukankah kau
juga punya racun, yang bisa, membuat raja,,”, memberi isyarat dengan
tangan, menggantikan kata ‘mati’. Tabib menjawab, “Aku tidak bisa
melakukan itu. Bagaimana, bagaimana bisa aku membunuh Raja. Aku akan
beritau orang di Pathaliputra bahwa nyawa Raja sedang dalam bahaya
sekarang”. Tabib mau melangkah keluar ruangan.
Justin bicara dengan nada dingin, “Di
rumahmu ada lantai dasar. Iyakan, *Tabib tertegun*, Dimana kau menyimpan
anak-anak yang sudah kau culik, dan secara paksa, kau menjadikan mereka
sebagai bahan percobaan untuk obat-obatanmu yang baru saja kau buat.
Aku tau semua itu, *Tabib ketakutan*, Apakah orang lain tau bahwa ada
jasad-jasad yang dikubur dilantai rumahmu”.
Tabib yang ketakutan, terbata bersuara,
“Ba,, ba,, bagaimana kau tau”. Helena menjawab, “Kau tidak perlu tau,
bagaimana kami bisa sampai tau”. Justin menambahkan dengan tatap dan
suara dingin, “Coba kau pikirkan saja, apa yang akan terjadi padamu,
kalau berita itu sampai tersebar di Kerajaan Magadh”.
Di lorong depan pintu ruangan Chanakya
yang tertutup, Dharma memberitau prajurit, “Aku ingin bertemu dengan
Acharya Chanakya. Aku Mohon, tolong ijinka saya masuk”. Prajurit
menjawab, “Tidak bisa untuk saat ini. Malam-malam dilarang menemui
siapapun”. Dharma berusaha, “Katakan Shubaradangi datang menemuinya”.
Ashoka yang mendengar suara ibunya
langsung memanggil, “Ibu”. Chanakya dengan gerak cepat, langsung menutup
mulutnya dengan tangan. Selanjutnya, Chanakya mengikat mulut Ashoka
dengan kain, agar tak berisik ngoceh. Chanakya melangkah keluar. Ashoka
menatapnya dengan kesal bercampur marah.
Chanakya menemui Dharma, memberi salam.
Dharma menyampaikan maksud kedatangannya, “Hanya ada satu obat untuk
membasmi racun yang sudah menyebar di tubuh Raja. Dan aku akan
menyiapkan obanya lagi untuk menangkal racun itu. Untuk itu, aku butuh
beberapa ramua khusus”. Chanakya menjawab, “Kita harus selamatkan nyawa
Raja, bagaimanapun caranya. Semua bahan-bahan yang kau perlukan, akan
segera diantarkan ke kamar Raja. Kita harus berusaha sebaik mungkin”.
Dharma menambahkan, “Bukan hanya itu
saja. Tidak ada cara lain, selain menjemur Raja dibawah sinar matahari
sebagai bagian dari pengobatannya. Itu akan mempercepat kesembuhannya”.
Chanakya menyanggupi, “Baiklah. Lalukan
apa saja yang kau anggap perlu, demi menyelamatkan nyawa Raja. Dan aku
akan lakukan apa saja, demi keselamatan, putramu yang kau cintai. Dan
jika besok pagi, Raja bisa keluar dari bahayanya, maka anakmu akan
dikembalikan padamu. Tapi ingatlah, kau bukan hanya bertanggung jawab
untuk keselamatan anakmu. Tapi juga keselamatan Raja dan Kerajaan
Magadh”.
Dharma hanya menundukkan wajahnya,
memberi sikap salam pada Chanakya. Chanakya membalasnya dengan sikap
salam juga. Dharma melangkah meninggalkan tempat itu. Radhagupt
berpapasan dengannya menuju ruangan Chanakya.
Chanakya berkata pada Radhagupt, “Apapun
yang aku lakukan ini. Kerajaan Magadh tidak akan mengampuniku. Tapi aku
sangat yakin akan sesuatu, bahwa putranya, adalah masa depannya Magadh.
Masa depan yang sangat cerah”. Sementara di dalam kamar, Ashoka menahan
tangis kemarahan diperlakukan Chanakya seperti itu.
Serial Ashoka episode selanjutnya, Saat
Raja Bindusara di jemur, sebagai bagian dari rangkaian pengobatannya,
ada yang memanahnya. Ashoka yang kebetulan mengambil busur dan panah
saat menyelamatkan diri dari kejaran prajurit, bersembunyi di atas
pohon, melihat peristiwa tersebut. Tapi apesnya, justru dia yang dituduh
sebagai pemanah Raja dan berniat membunuh Raja.
DAFTAR SINOPSIS TAYANG 18 - 24 MEI 2015
ARTIKEL TERKAIT Sinopsis JODHA AKBAR