http://hrn07.blogspot.com
~Niharika pada Helena : “Bagaimana jika Bindusara tidak percaya padaku?”
Helena : “Ini bukan perkara mudah. Bindusara mencintai Dharma dan
menerimanya sebagai pengkhianat bukanlah hal yang mudah. Tapi dengan
rencana kita, kita telah membuatnya lemah. Saat kebenaran diragukan maka
kita dapat menghancurkanny
a kapan saja. Aku punya cara untuk meyakinkannya bahwa Dharma adalah orang dibalik semua ini.”
Niharika : “Tujuanku bukan untuk menghukum Dharma tapi hanya untuk
balas dendam. Aku ingin memenuhi keinginan terakhir suamiku dan itu
adalah hak anak-anaknya atas tahta ini. Aku ingin Ahankara dan Sushima
berhubungan.”
Helena : “Aku tidak ingin melihat tahta lagi, tapi aku akan segera bicara dengan permaisuri Charumitra.”
Helena memeluk Niharika dan tersenyum sinis.
~Dharma datang ke Mandir. Dharma berkata “Mengapa Yang Mulia mengalami
banyak masalah? Aku tidak bisa mendatanginya untuk mendukungnya. Cobaan
apa ini?” Ashoka datang dan nampak khawatir.
Dharma : “Apa yang terjadi?”
Ashoka : “Pertama jawab aku. Apakah cinta sejati seseorang bisa menipu? Atau berkhianat?”
Dharma : “Tidak. Cinta itu murni.”
Ashoka : “Itu artinya cinta Yang Mulia tidak menipunya. Ratu Niharika telah berkata bohong.”
Dharma : “Apa yang ia katakan?”
Ashoka : “Dia mengatakan bahwa semua konspirasi ini direncakan oleh istri kesayangan Yang Mulia yaitu dewi Dharma.”
Dharma sangat terkejut dan piring aarti jatuh dari tangan. Gummpriiyaangg.
Ashoka : “Apa yang terjadi padamu, bu? Aku akan pergi menemui Yang Mulia.”
Dharma : “Lindungi dia, jangan biarkan dia hancur.”
Ashoka mengangguk dan pergi.
~Bindusara menemui patung Dharma. Bindusara dengan kecewa “Apa yang kau
lakukan itu Dharma? Kenapa kau tidak datang menemuiku kalau kau memang
masih hidup? Apa masalahnya hingga membuatmu tidak ingin untuk
menemuiku? Tidakkah kau tau bahwa aku begitu menderitanya menanggung ini
semua selama bertahun-tahun tanpa dirimu? Jika kau bersamaku, maka hari
ini di pengadilan tidak akan ada yang berani menuduhmu. Aku tidak
berdaya bahkan saat aku mengenalmu bahwa kau itu murni dan polos. Aku
tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungimu. Maafkan aku.” Bindusara
MEMBAYANGKAN Dharma mendatanginya, ia tertegun. Dharma tersenyum dan
mereka saling tatap. Dharma kembali berkata “Bagiku, satu-satunya yang
terpenting adalah apa yang kau pikirkan tentangku. Jika kau tidak
meragukan niatku maka aku akan baik-baik saja. Kau tidak seharusnya
berpikir tentang apa yang orang lain pikirkan mengenai diriku.”
Bindusara : “Pertanyaan-pertanyaan di pengadilan tadi, aku harus menjawab mereka suatu saat nanti. Aku tidak memiliki bukti bahwa kau tidak bersalah.”
Dharma : “Kebenaran tidak memerlukan bukti dan bagaimana jika bukti-bukti itu tidak benar?”
Bindusara tertunduk dan berpikir, ia kemudian hendak melihat Dharma
lagi namun imajinasinya sudah lenyap. Ia menatap patung Dharma lalu
pergi.
~Radhagupta : “Mereka menimbulkan banyak pertanyaan
mengenai dewi Dharma dan Anda tetap diam? Yang Mulia begitu sakit hati,
kita tau kebenarannya lalu mengapa Anda tidak membela dewi Dharma? Jika
Anda mengatakan kebenarannya, maka semuanya akan jelas. Tapi mengapa
Anda diam, Acharya?”
Chanakya : “Aku mengambil semua langkah
untuk melindungi Magadha. Aku curiga pada rencana Khorasan dan Yunani.
Cara mereka menuduh dewi Dharma sebagai pengkhianat itu membuktikan
bahwa mereka telah menyusun rencana. Aku bisa saja mengatakan bahwa dewi
Dharma masih hidup namun dengan aku berbicara akan ada pertanyaan-pertanyaan
yang timbul. Mengapa aku menjauhkannya dari suaminya? Jawabannya adalah
Ashoka dan jika aku menyebut nama Ashoka maka mereka akan bertanya
mengapa aku menyembunyikan kebenarannya? Setelah kebenaran terungkap,
maka Ashoka akan berada dalam bahaya. Kita perlu memahami situasi
terlebih dahulu. Setelah Ibu Suri Helena membunuh anaknya, ia menjadi
termasyur tidak hanya dimata rakyat namun juga dimata Yang Mulia. Ia
(Helena) telah menjadi Dewi.”
~Bindusara sedang berada di kamarnya, Helena datang dan Bindusara segera menghapus air matanya.
Helena : “Kau tidak bisa menyembunyikan luka dariku. Sangat sulit untuk
mendengar kenyataan pahit ini. Cintamu tidak berkurang dalam semua ini
untuknya. Bagaimana bisa seorang wanita membunuh banyak orang tak
berdosa demi membalas dendam? Keluargamu hampir mati dalam insiden itu.”
Bindusara : “Tidak. Dia tidak bisa melakukan ini. Kekerasan bukanlah
jalannya, bahkan setelah bertahun-tahun ia tidak bisa meninggalkan jalan
perdamaian.”
Helena : “Aku mengenal wanita lebih darimu,
ketika harga diri wanita di injak-injak maka dia sanggup melakukan
apapun. MUNGKIN dia (Dharma) TIDAK datang kesini untuk balas dendam tapi
dia pasti melihatmu bahagia bersama keluargamu dan dia tidak bisa
menerimanya. Kau tidak dipaksakan untuk mempercayaiku, tapi kebenaran
selalu pahit, lihat aku, aku yang melahirkan Justin, membantunya berdiri
tapi aku tidak bisa mengerti niatnya. Kau dan aku tidak tau
pemikirannya, itu sama dengan Dharma. Jika terjadi sesuatu (lagi) pada
Magadha karena Dharma maka Magadha dan dinasti Maurya tidak akan mampu
memaafkanmu, tidak Dharma. Dharma berharga bagimu tapi kau juga harus
melindungi tanah airmu. Ini yang aku lakukan dan kau tidak boleh merusak
pengorbananku.”
kemudian
pergi. Bindusara menemui patung Dharma dengan marah sambil membawa
pedang. Ia ingat kata-kata Helena dan Niharika yang harus mengutamakan
kewajibannya sebelum cinta. Bindusara menghancurkan pedang itu dengan
pedang, ia melampiaskan kemarahannya pada patung itu hingga tangannya
terluka, kemudian pergi. Patungnya hancur berantakan.
~Prajurit
yang melihat Dharma mengarahkan seniman untuk melukiskan Dharma,
seniman itu melukiskan Dharma sesuai arahan, Mir datang membunuh
prajurit itu dan mengatakan “Sekarang Bindusara akan percaya bahwa
Dharma tidak menginginkan ada orang yang mengambar lukisannya.”
~Ashoka menemui Bindusara dan melihat darah ditangannya.
Ashoka : “Bagaimana ini terjadi?” kemudian mengobati luka Bindusara.
Bindusara : “Aku membunuh patung itu. Aku berdoa padanya sebagai Dhamaku. Aku menghancurkannya. Aku yang membuatnya dengan tanganku dan hari ini dengan tangan yang sama menghancurkannya.”
Ashoka : “Jika Anda merasa bahwa dia tidak bersalah maka jangan pikirkan orang lain.”
Bindusara : “Aku seorang raja, aku harus menjalankan tugasku. Aku tidak
boleh memihak. Bagaimana jika aku tidak mampu memenuhi kewajibanku? Apa
yang akan rakyat pikirkan tentang aku nanti? Dharma harus muncul dan
dengan begitu aku akan mengambil jawaban.”
Ashoka : “Aku bisa membantu Anda untuk mencarinya.”
Bindusara : “Jangan. Dia adalah konspirator dimata masyarakat. Jadi prajuritlah yang harus mencarinya.”
Seniman datang dan berkata “Sebelum aku menyelesaikan gambaran dewi
Dharma, seseorang telah membunuh prajurit yang telah melihat Dharma.”
Ashoka dan Bindusara terkejut.
ARTIKEL TERKAIT Sinopsis ABAD KEJAYAAN
Artikel keren lainnya: